January 27, 2012

Menulis Butuh Tahu dan Berani

Oleh Andreas Harsono

Untuk Luh Putu Ernila Utami di Bali,

Aku tidak menulis makalah saat aku membawakan sesi soal menulis itu. Minggu lalu, aku mulanya mengira sesi itu akan dilakukan dengan format kecil, 10-15 orang, dengan diskusi hangat dan suasana temaram. Ternyata pesertanya 40-an orang dengan ruang besar, meja raksasa, kursi berlengan, serta kebisingan jalan tol.

Intinya, aku cuma mengajak para peserta, para aktivis itu, berpikir ulang soal bagaimana mereka bisa menulis yang menarik sekaligus mendalam.

Aku tahu banyak dari kalian punya pengalaman dahsyat. Dari bikin demonstrasi anti kabel listrik voltage tinggi hingga pemogokan angkutan umum. Dari Bali sampai Maumere, dari Salatiga sampai Makassar. Ini semua bahan-bahan menarik untuk diceritakan.

Kalian melawan polisi. Kalian melawan bupati. Kalian melawan partai. Kalian bahkan ada yang melawan negara. Aduh, itu cerita berminyak untuk ditulis gurih dan diceritakan renyah untuk orang lain. Pramoedya Ananta Toer dalam Khotbah dari Jalan Hidup mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Ada dua syarat sederhana bila kau ingin ingin “bekerja untuk keabadian”: kau harus tahu dan kau harus berani.

Kau harus benar-benar menguasai isu yang kau tulis. Janganlah kau menulis soal “peningkatan sumber daya manusia dan ekonomi masyarakat” atau “globalisasi dalam kaitannya dengan Pancasila serta Islam” dan sebagainya. Kata-kata itu cuma jargon.

Kau jangan membebek orang lain menulis. Mereka sok pinter. Mereka sering tak tahu perdebatan-perdebatan yang sudah dilakukan orang-orang macam Michael Sandel dan Thomas Friedman soal globalisasi. Mereka tak tahu kebohongan Muh. Yamin atau Nugroho Notosusanto dengan apa yang dinamakan Pancasila. Ada ratusan teori soal demokrasi dan mereka belum baca tuntas semuanya. Pakai kata-kata sederhana. Kalimat pendek-pendek.

Lebih baik kau tulis masalah sehari-hari. Penyair Widji Thukul menulis masalah sehari-hari bila memulai syairnya. “Tadinya aku pengin bilang: aku butuh rumah tapi lantas kuganti dengan kalimat: setiap orang butuh tanah. Ingat: setiap orang!” tulis Thukul dalam Tentang Sebuah Gerakan.

Sederhana sekali.

Kalau kau mau “tahu” maka kau harus bikin riset. Kau harus baca buku. Kau harus wawancara orang. Minta izin bila hendak mengutip omongan orang. Harus jujur. Harus transparan. Kau tulis masalah listrik naik di subak kau. Kau tulis soal kesulitan tetangga kau si tukang jahit. Kau tulis tentang orang-orang biasa. Esensi jurnalisme adalah verifikasi. Semua keterangan itu harus kau saring. Carilah kebenaran.

Mulailah dari hal kecil. Kelak tanpa sadar kau akan baca makin banyak buku. Kau akan wawancara ribuan orang. Kelak tanpa sadar kau bisa menulis soal kebohongan dan kejahatan para petinggi negeri kita.
Tetapi “tahu” saja tidak cukup. Kau harus punya keberanian, punya nyali untuk menyatakan pikiran kau. Pramoedya dan Thukul adalah orang berani. Pram dipenjara Belanda, Soekarno dan Soeharto. Perpustakaan Pram dibakar tentara. Bukunya habis. Kupingnya budek gara-gara hajaran serdadu. Thukul bahkan diculik dan hilang hingga hari ini.

Mereka tahu kesusahan si tukang jahit atau si jongos. Mereka berani pula menulis untuk membela si kecil.
Menulis adalah “laku moral.” Kita bicara soal kebenaran. Kau harus berani menyatakan kebenaran. Aku kenal banyak wartawan di ibukota negeri ini. Mereka tahu soal kebusukan petinggi negeri ini. Mereka tahu redaktur mereka mulai sering ditelepon bedinde-bedinde si petinggi. Kok nulis ini? Kok nulis itu? Tapi mereka tak punya keberanian. Mereka takut bisnis mereka terganggu. Maka “himbauan” si bedinde diikuti.

Akibatnya, banyak cerita di belakang layar yang tak ditulis di negeri ini. Kau maklum saja. Mereka tak punya keberanian macam Pram atau Thukul. Mereka lebih takut ditegur redakturnya. Mereka ketakutan macam anjing sembunyi ekor di balik pantat.

Jadi, kalau kau mau menulis, hanya dua syarat sederhana. Kau harus tahu sekecil apapun yang kau tulis. Kau harus berani.

Itulah inti dari sesi pelajaran menulis di Jakarta minggu lalu. Aku harap surat kecil ini membantu kau memahaminya. Terima kasih karena kau sudah rela sedia tenaga mengambil makanan untuk rekan-rekan kau.

Menulis Feature

language_artsOleh Farid Gaban


Mengapa feature?

Secara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:


· Stright/spot News – berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)


· News Feature – memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat terjadi atau de-ngan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.


· Feature – bertujuan untuk menghibur melalui penggunaan materi yang menarik ta-pi tidak selalu penting.

Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak melainkan juga an-tara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan.
Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan be-berapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan background.

Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan news feature — perkawinan antara spot news dan feature. Karena tradisi ini relatif baru, kita perlu terlebih dulu memahami apa unsur-unsur dan as-pek mendasar dari feature.


Apakah feature?
Inilah batasan klasik mengenai feature: ”Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi in-formasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.”

Kreatifitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter ”men-ciptakan” sebuah cerita. Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat — karangan fiktif dan khayalan tidak boleh — reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.


Subyektifitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk ”aku”, sehingga memungkinkan reporter me-masukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam re-porting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya enak dibaca.
Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan de-ngan gaya ”aku”. Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: ”Kalau An-da bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.”


Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah Museum atau Kebun Binatang yang terancam tutup.
Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam bentuk-bentuk lain. Ada ba-nyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, fe-ature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.


Menghibur
Dalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.

Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa ”mengalahkan” wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Se-mentara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pem-bacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian — setelah koran diantar.

Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in-depth) menge-nai cerita yang didengar pembacanya dari radio.

Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap be-rita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada ke-mungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.

Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa mem-buat pembaca tertawa tertahan.
Seorang reporter bisa menulis ”cerita berwarna-warni” untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.


Awet
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali ”pu-nah”, tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berulan-bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ”naskah berlebih” — kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.

Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cer-mat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.

Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, ke-luarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk meng-amati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.

Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting — fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, disamping tetap tidak meninggalkan unsur infor-matifnya). Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna (colourful).


Teknik penulisan
Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik ”mengisahkan sebuah cerita”. Memang itulah kunci perbedaan antara berita ”keras” (spot news) dan feature. Penulis feature pada ha-kikatnya adalah seorang yang berkisah.
Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia me-narik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.
Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, ka-rena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera me-nerobos aturan itu.

”Piramida terbalik” (susunan tulisan yang meletakkan informasi-informasi pokok di bagian atas, dan informasi yang tidak begitu penting di bagian bawah — hingga mudah untuk dibuang bila tulisan itu perlu diperpendek) sering ditinggalkan. Terutama bila urutan pe-ristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.


Jenis-jenis Feature


1. Feature kepribadian (Profil)

Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dra-matik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna.

Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal-tang-gal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka.
Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa meng-gambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda de-ngan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.


2. Feature sejarah

Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang mem-bangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.
Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, fi-losof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.
Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.


3. Fature petualangan

Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat ter-bang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia, pengalaman ikut dalam peperangan.
Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik dan paling dramatis.


4. Feature musiman

Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Ha-ri Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar.
Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sin-terklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hara raya itu.


5. Feature Interpretatif

Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah or-ganisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita meng-gambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.
Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal pe-rampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.


6. Feature kiat (how-to-do-it feature)

Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mem-pererat tali perkawinan.
Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya. Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sum-ber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.


Rujukan:

FEATURE WRITING FOR NEWSPAPER, Daniel R. Williamson 1980
REPORTING FOR THE PRINT MEDIA, Fred Fedler, 1989

Permainan, Bagaimana Mengakhiri Tulisan

Oleh Putu Wijaya

Kondisi jiwa pembaca selalu tak diperhitungkan dalam tulisan-tulisan ilmiah, karena ditakutkan emosi akan ikut berbicara. Karena sasarannya adalah pembelajaran bukan permainan.
Karya fiksi, features, dan esai justru mengajak pembaca untuk bermain. Kondisi jiwa pembaca menjadi perhitungan dalam penulisan. Dengan menyampaikan pesan seperti mengajak pembaca bermain, kadang tertangkap kadang terlepas, kadang jelas-gamblang, kadang misterius penuh dengan pertanyaan-pertanyaan, proses penyampaian pesan menjadi peristiwa estafet. Tongkat bergulir dari tangan ke tangan sampai mencapai tangan yang terakhir untuk mengantarkannya ke garis finis. Pelari yang membawa tongkat itu pada etape terakhir adalah pelari yang paling jago.

Menulis pada akhirnya adalah persoalan bagaimana mengakhiri untuk menutup permainan. Sebuah tulisan yang cantik, lugas dan memukau pada akhirnya juga diadili sekali di akhir tulisan. Karena menutup tulisan, sebagaimana juga membukanya adalah peristiwa yang amat penting yang memerlukan kiat dan tenaga.
Ada akhir yang dipestakan dengan kibaran bendera kemenangan. Tetapi kemenangan penulis bisa berarti kekalahan pembaca. Dan kekalahan semacam itu tidak selamanya berarti pengakuan, penghormatan atau ketaklukan. Bisa juga berarti sebaliknya sebagai antipati. Seluruh pukau yang sudah tercipta bisa langsung mubazir bila pembaca akhirnya merasa seluruh tulisan adalah peristiwa kekalahannya.

Ada pembaca yang merasa nikmat dalam kekalahan. Ada penulis yang merasa menang kalau sudah menaklukan. Tetapi kekalahan dan kemenangan semacam itu tidak lama usianya. Kekalahan dan kemenangan yang abadi adalah kekalahan dan kemenangan yang tidak dipestakan. Bahkan disadari pun tidak. Kekalahan dan kemenangan yang abadi adalah kekalahan yang menang dan kemenangan yang kalah. Keduanya datang serentak menyatu dalam satu paket. Sesuatu yang nampaknya mustahil tetapi sudah kita lakukan setiap hari. Karena teori harmoni sudah mendarah-daging dalam kehidupan kita sebagai penghuni dunia di belahan Timur. Dia sudah merupakan jiwa dari tradisi kita. Roh tradisi penulisan kita yang tidak akan memerlukan banyak tenaga untuk mempraktikannya, karena itu sudah ada dan hidup dalam diri kita. Semua kita tinggal memupuk dan menjaga nyalanya agar terus berkobar dalam batas bermanfaat.

Tulisan yang Menggigit

Oleh Putu Wijaya


Bagaimana sebuah tulisan bisa menggigit, adalah persoalan penulisan. Bukan masalah materi. Karena sebuah materi yang besar pun bisa menjadi hambar, apabila tidak dirumuskan dengan baik dalam penulisan. Sebaliknya, masalah-masalah yang sederhana apabila mampu dirakit sedemikian rupa menjadi tajam dan memiliki tenaga tembus sehingga pembaca jadi terusik atau tergugah, ia dapat digolongkan sebagai tulisan yang bagus.

Membuat tulisan menjadi tajam, adalah dengan mempersempit sudut bidik, sehingga yang diincar jadi jelas. Dengan memusatkan pikiran kepada sudut bedah itu, masalah tersebut dengan sendirinya seperti diteropong dengan mikroskop. Urat-uratnya menjadikeluar. Kadang diperluan informasi dari penulis, karena pembaca sendiri dapat menyertakan seluruh informasi yang diketahuinya tentang sudut itu, yang membuat titik itu menjadi terang dan tajam.

Tetapi menajamkan tulisan juga dapat dilakukan dengan cara sebaliknya. Memperlebar sudut bidik, sehingga setting besar di mana titik/noktah yang diungkap itu berada, bisa tergambar seluruhnya. Dengan membentangkan secara jelas duduk perkaranya, titik itu menjadi tajam dengan sendirinya.

Menajamkan tulisan juga dapat dengan cara menghindar dari titik tersebut. Penghindaran yang disengajakan itu, akan menyebabkan titik itu justru memburu-buru bidikan. Dia akan mengejar pembaca dan memamerkan dirinya. Ketajaman sebagai akibat pemburaman ini memang sedikit spekulatif. Namun sangat efektif dipakai dalam menghindari cekalan-cekalan, apabila situasi penulisan tidak bebas karena berbagai kendala atau sensor.

Jadi penajaman bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan cara menumpulkannya.

Tentang Hujan Malam Ini


Tak tau ingin menuliskan apa.. Rasanya hampir semua tema kehidupan ini seolah semua pernah tertuliskan, ah tidak lebih tapatnya terasakan. Sekarang ini hanya ada malam yang belum lagi purna diiringi gemericik hujan yang menambah malam semakin panjang untuk dilalui dalam cengkeraman hawa dingin. Sepanjang hari hujan menetesi bumi, membasahi jalan, hingga awan tak berkesempatan menampakkan diri. Saat malam tiba bulan dan bintang pun entah dimana, sosoknya tak terlihat lagi saat langit mulai mengguyurkan hujan. Inginku berbincang pada hujan, hai hujan saat kemarau hadirmu begitu dinantikan, layaknya kekasih yang tak sabar menanti pujaan hatinya. Layaknya petani yang mengharapkan dirimu meyemai padi-padi mereka. Layaknya seorang hamba yang merindukan belaian Tuhan setelah sekian lama tak menghadirkan Tuhan dalam jiwanya. Hadirmu sangat dirindukan dan dinantikan oleh seluruh makhluk di bumi ini, teman-temanku pun sangat menyukaimu. Karena kami tahu kau tercipta sebagai rahmat.. Bukan begitu?? Ya, ku harap kau selalu dapat menjadi rahmat dan berkah bagi kami yang kadang angkuh terhadap alam ini.


Namun sesekali aku juga pernah memperhatikanmu, mungkin tanpa kau sadari.. Bukan bermaksud ingin mempertanyakan kehadiranmu, tapi masih teringat dibenakku bahwa kau juga pernah hadir dalam bentuk yang lain. Pernah suatu ketika kudapati kau hadir seperti badai dalam segelas kopi, dan saat itu kehadiranmu begitu mangerikan dan menyakitkan bagiku.. kau mengirimkan banjir yang siap menerjang dan menerjang apa pun yang ada hingga makhluk di bumi sulit bernafas lagi. Sungai - sungai meluap, pohon-pohon tumbang, binatang ternak tak pernah kembali lagi ke kandangnya, dan petani di rundung duka mendalam karena padi mereka hancur bersama air yang meluap deras. Dan saat itu tak seorang pun berani bertanya, untuk apa Tuhan mengirimmu??


Tentulah sebuah isyarat, sebagai pelajaran agar manusia dapat bersahabat dengan alam, tidak melukai alam ini dengan sesuatu yang mencemarkan, merawat dan menjaganya sebagaimana Tuhan telah bermurah hati menciptakan alam ini untuk kehidupan manusia. Melukai alam berarti juga melukai Tuhan sebagai pencipta alam ini, bisa jadi demikianlah isyarat Tuhan. Dan setelah itu, aku ingin meyampaikan pada hujan bahwa aku akan setia menjadi sahabatmu, jadi aku mohon dan berharap padamu kirimkanlah selalu padaku rintik hujan yang menyejukkan hatiku, menajamkan pendengaranku agar aku mengerti pesan yang Tuhan sampaikan melalui irama tetes airmu, dan mengindahkan pandanganku dari tetes air yang menyirami sawah-sawah para petani. Hujan seperti itulah yang kudambakan, hujan yang dapat memberi getar di ruang hatiku tentang arti penciptaanNya. Mau kah kau berjanji padaku hujan?? “Itu tergantung bagaimana dirimu memperlakukanku dan alam ini“, jawab hujan.


PS: “..dan apakah bumi yang kita tinggali ini akan menjadi lebih baik atau lebih buruk, tergantung pada apakah kita menjadi lebih baik atau lebih buruk dalam hal memperlakukan bumi yang kita diami ini.” # Save our earth dari segala kemungkinan yang terjadi.


(Ita Sriwahyuni, Januari 2012)

January 24, 2012

Sepiku

Sepi itu indah...seperti mawar setangkai

Sepi itu harum...wanginya sampai ke dasar jiwa yang terdalam

Sepi itu rindu... yang mampu memberi getar pada puisi

Dalam ruang yang sepi malam mulai bekerja

Dan biarkan malam yang pekat ini meyeret jiwa dalam munajat syahdu

Melepaskan balut fatamorgana

Sirnakan debu-debu yang menempel

Hapuskan gundah, luka dan lubang di hati

Untuk kesekian kalinya hati bertanya

Kapan saat itu kan tiba

Sang waktu tak punya jawaban pasti

Seperti halnya mati yang tak pasti

Sementara waktu adalah kepastian untuk mati

Hanya ada kebisuan dan angin menyelimuti jiwa yang sepi

January 23, 2012

DenganMu

DenganMu aku hidup

DenganMu aku mati

DenganMu aku tenang

Slow Me Down

Seorang perempuan, muda, cantik, Emmy Rossum namanya. Dia tinggal di New York. Dan dia bercerita tentang kota tempat tinggalnya. “Saya lahir dan dibesarkan di New York. Di kota ini kehidupan bergerak sangat cepat,” katanya suatu kali. Dari ceritanya itu, gadis 25 tahun yang juga aktris dan penyanyi ini pun menulis sebuah lagu. “Saya menulisnya di New York dan lagu ini berjudul “Slow Me Down”,” katanya.

“Saya membayangkan dunia bergerak sangat cepat dan kita sulit menahan diri untuk tidak ikut bergerak cepat,“ tuturnya tentang lagu itu. “Jika kita terus bergerak cepat dan tidak memperlambat diri maka kita akan kehilangan banyak hal yang indah di dunia ini.”

Maka ia pun menulis:


Rushing and racing and running in circles
Moving so fast, I’m forgetting my purpose
Blur of the traffic is sending me spinning
Getting nowhere
Tell me
Oh won’t you take my hand and lead me
Slow me down
Don’t let love pass me by
Just show me how
‘Cause I’m ready to fall
Slow me down
Don’t let me live a lie
Before my life flys by
I need you to slow me down

Lagu yang indah, lirik yang bagus, dinyanyikan dengan suara yang indah. Emmy Rossum benar, dalam dunia yang bergerak cepat kita juga perlu menahan diri, memperlambat diri supaya tidak kehilangan diri sendiri.
***
Jakarta memang bukan New York. Atau sebaliknya, New York bukan Jakarta. Tak masalah, tergantung bagaimana orang melihatnya.Tapi di Ibukota ini kehidupan juga bergerak cepat seperti di New York. Hukum rimba juga berlaku di sini: siapa cepat, siapa kuat, dia dapat. Jika tidak maka kita akan tertinggal dan tersingkir, begitu pikir banyak orang. Bukankah hari ini kehidupan di setiap kota besar di dunia memang demikian adanya? Setiap kota besar di zaman yang sibuk ini punya cerita yang mirip, meski tak persis sama. Cerita itu berisi tentang orang-orang yang lalu-lalang, bergegas di jalanan, mengadu nasib untuk mengais kehidupan.

Lantas kita pun bisa bertanya, “Kenapa selama ini orang praktis terlupa akan padi yang menguning, daun asam, harum tanah, : benda-benda nyata yang, meskipun sepele, tapi lebih memberi getar pada hidup? Tidakkah itu juga sederet rahmat, sebuah bahan yang sah untuk percakapan, untuk pemikiran,—seperti kenyatan tentang cinta dan mati?”


Hari gini tak ada yang gratis di dunia ini, begitu kata orang. Semua harus ada pengorbanannya, dan harus ada yang jadi korban dan dikorbankan. Dan korban itu bisa jadi diri kita sendiri. Seperti lirik lagu Emmy Rossum, jika kita selalu bergerak cepat dan bergegas, maka kita bisa kehilangan kehidupan, kehilangan jati diri kita sendiri. Dan jika itu terjadi, maka kita akan kehilangan banyak hal yang indah di dunia ini. Dan hal itu mungkin yang selama ini orang sebut dengan cinta, persahabatan, harapan, kebahagiaan.
***
Merefleksikan lirik lagu si cantik Emmy Rossum seperti menemukan kembali oasis di tengah padang pasir yang tandus dan gersang. Saya jadi teringat, beberapa waktu yang lalu saya menerima sebuah pesan dari seorang sahabat melalui akun jejaring sosial. Dan bunyi pesan yang saya terima itu seperti ini: “ada yang hilang”. Saya tidak tahu pasti apa arti bunyi pesan itu dan tak ingin menafsirkannya lebih jauh, yang pasti pesan singkat itu memiliki makna yang cukup dalam bagi kami berdua. 




*soundtrack posting: Slow Me Down-Emmy Rossum

January 21, 2012

Keep Try, Begin Again

Mencoba barangkali sebuah usaha yang tidak akan pernah berhenti dilakukan sampai manusia mencapai sebuah titik yang ia ingin tuju. Setelah mencapai satu tujuan maka dengan sendirinya manusia beralih pada tujuan-tujuan berikutnya yang tak pernah berhenti. Kecuali manusia itu sudah kehilangan tujuan dan tidak memiliki tujuan lagi dalam hidupnya atau terhenti karena dicabutnya roh dari jasad. Sebagaimana yang telah dilakukan Edison yang ingin menyalakan dunia dengan sinar lampu listriknya. Seberapa pun banyak ia mengalami kegagalan ia tak pernah berhenti untuk terus mencoba dan mencoba lagi. Sampai pada 1000 kali percobaan ia terus mengalami kegagalan dan rekan Edison pun hampir berputus asa, namun apa yang dikatakan Edison sungguh menakjubkan, “Setidaknya kita telah berhasil mengetahui ada 1000 cara yang salah”. Edison kemudian melanjutkan percobaannya dan ia berhasil menerangi dunia dengan mencoba hingga yang ke- 1001.

Setelah Edison masih ada sederet tokoh lain di dunia yang juga tak pernah berhenti mencoba dalam meraih tujuannya. Salah satunya Charles Dickens adalah seorang penulis dan sejak kecil ia memang memiliki cita-cita untuk menjadi penulis novel yang terkenal. Sebelum menjadi penulis terkenal Charles mengalami banyak penolakan terkait tulisan-tulisannya yang ia kirimkan ke penerbit surat kabar. Bahkan tim redaksi sempat membuang tulisannya. Tetapi Charles tidak berhenti mencoba dan menyerah begitu saja. Ia terus memperbaiki tulisannya, memperbaiki tata bahasanya dan mengarang dengan lebih menarik lagi. Akan tetapi hasilnya tetap sama , tulisannya di tolak. Sampai ia mengirimkan tulisannya yang ke 90, 100. 110, 112, 113 …..tulisannnya terus mengalami kemajuan….pada saat tulisannya ke 115 Tim redaksi kewalahan dengan sikap tidak menyerah dan terus menerus menunjukkan kemauan yang besar. Mereka akhirnya menerbitkannya. Sejak itu banyak tulisan Charles yang diterbitkan dan akhirnya ia berhasil menjadi penulis novel, dan sastrawan yang terkenal melalui karyanya : Tale of Two Cities, Oliver Twist dan banyak yang lainnya.

***


Adakalanya hidup ini memang tentang mencoba, mencoba belajar, mencoba berjalan, mencoba berlari, mencoba diam, mencoba bicara, mencoba menangis, mencoba tertawa, mencoba salah, mencoba benar, mencoba memahami, mencoba mengerti, mencoba menerima, mencoba membangun, mencoba memulai dan mencoba bangkit  dalam setiap kepayahan melakoninya. Karena dalam realitasnya kegagalan bukan sesuatu yang mungkin terhindarkan, namun yang terpenting bukanlah seberapa banyak kita mengalami kegagalan tapi seberapa banyak kita mau mencoba dan bertahan dari kepayahan saat mulai mencobanya lagi.


Ironisnya yang kita temukan justru bukan sebuah kegagalan yang lahir dari mencoba, tapi sebuah “kegagalan” tanpa pernah mau dan berani mencoba "again and again" atau terpaksa menyerah karena rasa takut. Beranikah kita mulai mengulang kembali masa-masa kepayahan saat kita mencoba belajar berjalan, merasa sakit dan terluka saat jatuh ketika mencoba berlari ?? Saat kecil dulu kita memang belum mengerti rasanya “kecewa”, “gagal”, “sakit”, dan “terluka”, yang kita tahu hanya terus mencoba, maka kita pun tetap berani mencoba dan mencobanya lagi sampai kita mengerti arti keberhasilan menurut versi kita masing-masing. So, let's keep try, begin again with our life, our faith, our dreams, and our love.




*Posting soundtrack: Try-Nelly Furtado

Try–Nelly Furtado



All I know
Is everything is not as it’s sold
but the more I grow the less I know
And I have lived so many lives
Though I’m not old
And the more I see, the less I grow
The fewer the seeds the more I sow

Then I see you standing there
Wanting more from me
And all I can do is try
Then I see you standing there
Wanting more from me
And all I can do is try


I wish I hadn’t seen all of the realness
And all the real people are really not real at all
The more I learn, the more I learn
The more I cry, the more I cry
As I say goodbye to the way of life
I thought I had designed for me

Then I see you standing there
Wanting more from me
And all I can do is try
Then I see you standing there
I’m all I’ll ever be
But all I can do is try
Try

All of the moments that already passed
We’ll try to go back and make them last
All of the things we want each other to be
We never will be
And that’s wonderful, and that’s life
And that’s you, baby
This is me, baby
And we are, we are, we are, we are
Free
In our love
We are free in our love

January 10, 2012

Air Mata di Januari


Dear Note, kini aku benar-benar lelah, kepalaku pusing. Pusingya melebihi ketika aku membaca buku filsafat dan tersesat di dalamnya. Berpikir keras, mencoba menemukan jalan keluar dengan jalan yang berkelak-kelok membuatku semakin frustasi. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan disaat-saat seperti ini selain menangis. Air mata. Ya, ini adalah teman paling sejati untuk berbagimenumpahkan segala beban perasaan dan pikiran. Aku juga pernah membaca di sebuah artikel bahwa menangis itu baik. 

Psikolog menyarankan untuk menangis sebagai langkah awal menyembuhkan stress. Ketika mengalami banyak tekanan, kita akan menangis. Air mata mengandung protein dan berbagai hormon, termasuk hormon stress. Hormon stress ini lah yang bisa menyebabkan gangguan di dalam otak kita. Makanya setelah menangis, biasanya syaraf tubuh kita tidak tegang lagi. So, kalau memang beban berat sudah tidak bisa ditahan lagi, menangis lah :’(


“Note, apakah aku telah menjadi cengeng?”

“Tidak, jangan khawatir, kamu hanya mencoba melihat dengan jelas ada apa di balik semua ini….”,  Jawab Note.

Justru air mata yang tidak keluar itu akan mengendap di hati. Akhirnya air mata itu akan mengeras di sekeliling hati kita dan melumpuhkannya, sama seperti endapan air kotor melumpuhkan gigi roda mesin cuci. Jadi, menangis lah sebab Tuhan telah mencipta buti-butir air mata itu untuk kau tumpahkan. Tuhan ingin melembutkan hatimu dengan mutiara indah yang mengalir di pipimu. Dia Maha Tahu kapan waktu yang tepat untukmu menangis, menangis lah :’(

Thanks Note, sekarang aku mengerti. Sebuah tema lain kehidupan yang diciptakan lewat air mataagar kemudian, suatu saat, entah kapan aku bisa menggambarkan kehidupanku dengan tema lain yang lebih indah. Air mata di bulan Januari ini memberiku sebuah hikmah yang teramat. Tanpa kesedihan aku tak akan pernah tahu apa itu kebahagiaan. Tanpa keterpurukan aku tak pernah bisa mengerti artinya kebangkitan. Dengan air mata yang mengalir aku akan menjadi lebih menghargai setiap rasa pada senyum yang terpancarkan. Dengan air mata ini aku pun menjadi lebih tersadar akan kehadiran Sang Pencipta. Aku pun menjadi ingin sering menangis di hadapanNya karena hanya Dia yang bersedia menerima air mata ku. Aku percaya apa pun warna air mata ku hari ini Dia lah yang  paling tulus mendekapku kapan pun aku mau. Betapa melegakannya bisa menumpahkan ini semua, menangis lah :’(

10 Januari 2012, 2:49 PM