January 23, 2012

Slow Me Down

Seorang perempuan, muda, cantik, Emmy Rossum namanya. Dia tinggal di New York. Dan dia bercerita tentang kota tempat tinggalnya. “Saya lahir dan dibesarkan di New York. Di kota ini kehidupan bergerak sangat cepat,” katanya suatu kali. Dari ceritanya itu, gadis 25 tahun yang juga aktris dan penyanyi ini pun menulis sebuah lagu. “Saya menulisnya di New York dan lagu ini berjudul “Slow Me Down”,” katanya.

“Saya membayangkan dunia bergerak sangat cepat dan kita sulit menahan diri untuk tidak ikut bergerak cepat,“ tuturnya tentang lagu itu. “Jika kita terus bergerak cepat dan tidak memperlambat diri maka kita akan kehilangan banyak hal yang indah di dunia ini.”

Maka ia pun menulis:


Rushing and racing and running in circles
Moving so fast, I’m forgetting my purpose
Blur of the traffic is sending me spinning
Getting nowhere
Tell me
Oh won’t you take my hand and lead me
Slow me down
Don’t let love pass me by
Just show me how
‘Cause I’m ready to fall
Slow me down
Don’t let me live a lie
Before my life flys by
I need you to slow me down

Lagu yang indah, lirik yang bagus, dinyanyikan dengan suara yang indah. Emmy Rossum benar, dalam dunia yang bergerak cepat kita juga perlu menahan diri, memperlambat diri supaya tidak kehilangan diri sendiri.
***
Jakarta memang bukan New York. Atau sebaliknya, New York bukan Jakarta. Tak masalah, tergantung bagaimana orang melihatnya.Tapi di Ibukota ini kehidupan juga bergerak cepat seperti di New York. Hukum rimba juga berlaku di sini: siapa cepat, siapa kuat, dia dapat. Jika tidak maka kita akan tertinggal dan tersingkir, begitu pikir banyak orang. Bukankah hari ini kehidupan di setiap kota besar di dunia memang demikian adanya? Setiap kota besar di zaman yang sibuk ini punya cerita yang mirip, meski tak persis sama. Cerita itu berisi tentang orang-orang yang lalu-lalang, bergegas di jalanan, mengadu nasib untuk mengais kehidupan.

Lantas kita pun bisa bertanya, “Kenapa selama ini orang praktis terlupa akan padi yang menguning, daun asam, harum tanah, : benda-benda nyata yang, meskipun sepele, tapi lebih memberi getar pada hidup? Tidakkah itu juga sederet rahmat, sebuah bahan yang sah untuk percakapan, untuk pemikiran,—seperti kenyatan tentang cinta dan mati?”


Hari gini tak ada yang gratis di dunia ini, begitu kata orang. Semua harus ada pengorbanannya, dan harus ada yang jadi korban dan dikorbankan. Dan korban itu bisa jadi diri kita sendiri. Seperti lirik lagu Emmy Rossum, jika kita selalu bergerak cepat dan bergegas, maka kita bisa kehilangan kehidupan, kehilangan jati diri kita sendiri. Dan jika itu terjadi, maka kita akan kehilangan banyak hal yang indah di dunia ini. Dan hal itu mungkin yang selama ini orang sebut dengan cinta, persahabatan, harapan, kebahagiaan.
***
Merefleksikan lirik lagu si cantik Emmy Rossum seperti menemukan kembali oasis di tengah padang pasir yang tandus dan gersang. Saya jadi teringat, beberapa waktu yang lalu saya menerima sebuah pesan dari seorang sahabat melalui akun jejaring sosial. Dan bunyi pesan yang saya terima itu seperti ini: “ada yang hilang”. Saya tidak tahu pasti apa arti bunyi pesan itu dan tak ingin menafsirkannya lebih jauh, yang pasti pesan singkat itu memiliki makna yang cukup dalam bagi kami berdua. 




*soundtrack posting: Slow Me Down-Emmy Rossum

No comments:

Post a Comment