Baiklah, ku akui aku memang
tidak bisa membohongi perasaan sendiri. Tapi apa boleh buat aku seperti dipaksa
melawan arus untuk tetap setia menyimpan dan menjaganya agar tetap rapih.
Sampai kapan? Mungkin sampai benar-benar hilang menguap bersama hembusan angin
atau sampai takdir baik berpihak padaku. Because life must go on..begitu kata
banyak orang, apapun yang terjadi kita harus terus move on and you can do it.
Ya, aku setuju dengan itu. Tapi masalahnya adalah kita masih diberi ruang dan
waktu untuk bertemu dan itu yang membuatku sulit. Oh Good, what I can do?
Aku sudah mencoba sekuat hati
mengendalikan hati dan pikiranku. Berbagai pelarian dan pelupaan pun sudah
kulakukan, tapi tetap belum berhasil juga. Seorang dosen dalam mata kuliah KSHP
yaitu pelajaran tentang menganalisa, beliau pernah berkata, “pertemuan itu
adalah obat”. Obat itu seharusnya bisa menyembuhkan. Tapi itu tidak berlaku
buatku, sebab jika sesuatu yang tidak bisa dimiliki maka pertemuan itu justru
menjadi terasa menyakitkan. Sometimes I wish I was a little girl again because
bruised knees heal faster than broken hearts.
Ternyata obat itu tidak
selamanya menyembuhkan. Dan seperti yang dikatakan Dominique Lapierre,” apa
yang tidak bisa disembuhkan harus ditahankan”. Aku rasa aku hanya belum
menemukan obat yang tepat. Mungkin sebenarnya hanya Dialah (Tuhan) obatnya. Mungkin
hanya Dia yang selama ini kita (manusia) cari tanpa henti, mungkin hanya Dia
satu-satunya yang bisa menyembuhkan, mungkin hanya Dia yang dapat mengembalikan
segalanya. Antara 'ya' dan 'tidak' ada 'mungkin' di antaranya. Dan terkadang
yang paling pasti dari semuanya hanyalah 'mungkin'. Namun kadang manusia
sendiri yang tidak ingin meminumnya dan berpaling pada obat lain yang belum
pasti adanya. Atau kita lupa bagaimana cara meminumnya?
Hmm setelah dipikir-pikir agak
'lucu' juga..ini seperti kisah klasik SMA tempo dulu yang kembali terulang and
no happy ending. Someone said, “True love stories should never have a happy
ending, because true love stories never end”. Apakah ini bisa dibilang sejati?
Aku tidak tahu. Hanya saja kata group band letto dalam sebuah lagunya, “Yang
sejati tak akan berdalih”. Mungkin ini hanya sebuah perjalanan cinta yang
menggelitik dan bisa dibilang sedikit naif. Sebab aku tidak tahu pasti
apakah orang di ujung sebrang sana memiliki perasaan yang sama? Dan dalam
benak muncul pertanyaan why? Kenapa? Kenapa dia? Kenapa harus kamu? Kenapa
bukan A? kalau pun misalnya itu terjadi pada si A, maka orang bisa
bertanya pula, kenapa A? Kenapa bukan B? Why nut? Kenapa kacang? Kenapa bukan
anggur? Kenapa harus ada? Dan pertanyaan ‘kenapa’ takkan pernah punya tepi.
Sementara waktu adalah kepastian untuk mati. Ada seorang penyair dari Jerman
yang mengatakan bunga mawar ada tanpa kenapa. Kenapa harus kenapa, kenapa harus
untuk apa. Kita tidak tahu untuk apa itu. Tidak semua hal bisa ditanya untuk
apa.
Okelah, kalo misalkan kita anggap saja ini hanya suatu kebetulan, berarti hidup ini hanya berisi suatu kebetulan-kebetulan saja? Kebetulan kita dipertemukan di kampus yang sama, kebetulan kita berpapasan di jalan, kebetulan kita punya hobby yang sama, kebetulan kita pernah dalam satu organisasi yang sama dan masih banyak lagi kebetulan-kebetulan lainnya. Dan ini berarti bertolak belakang dengan apa yang disebut konsep takdir. Atau mungkin perasaan ini juga hanya kebetulan belaka??
Aku pun berfikir apakah ini
harus disesali atau disyukuri? Dan akupun lebih memilih yang kedua, bahwa segala
sesuatu yang hadir dalam hidup kita adalah tamu yang dikirim Tuhan untuk
menghidangkan pelajaran berharga dan itu layak disyukuri. Apapun bentuk dan
rupa tamu itu pastilah terselip pelajaran besar di sana. Bahwa kita perlu
meyakini dalam lika liku perjalanan hidup manusia tidak ada penderitaan yang
abadi, selalu ada cahaya di ujung terowongan yang gelap sekalipun. Kita hanya
perlu melanjutkan perjalanan untuk keluar dari gelapnya terowongan dan
menemukan cahaya kembali.
Mengakhiri perjalanan singkat
tulisan ini, aku akan meminjam kalimat Paul Theroux, "Perjalanan itu
bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah
perjalananku". Batin hening di tengah hingar duniawi. Perjalanan adalah
perhentian tiada henti. Perhentian adalah perjalanan itu sendiri. Private
journey? Hmm seperti perjalanan jauh ke dalam diri tak bertepi? Di mana air
mata jadi doa ketika sepi melampaui arti?
PS : To someone deep inside my heart, thanks for your inspiration.
(Mei 2012)
wuaaa~ kereeen banget ka T^T
ReplyDeletebe positive for future sist :D
Thnx nayla for your coment^^
ReplyDeleteYups, ambil yg baiknya saja n buang jauh yg buruknya termsuk tulisan ni diambil yg baiknya sj :)