December 20, 2011

Catatan Akhir Nuraniku: Perjalanan Singkat dengan Hati

Dedline saya di Nuraniku sudah sampai di penghujung. Flashback saat pertamakali bergabung, di tahun pertama saya menjadi staff redaksi  dengan pimred Dian Utami. Saat kepemimpinan beliau bisa dibilang saya belum terlalu paham dunia jurnalistik dan sampai sekarang pun sebenarnya masih dalam taraf proses memahami. Jujur tidak begitu banyak yang saya dapatkan dari beliau mengenai kejurnalistikan hanya yang saya sedikit tahu yaitu dunia kepenulisan. Jadilah saya staff seadanya, bergerak dengan kecepatan siput, dan tak pedulian. Akhirnya, pelan-pelan saya membuka diri dan mulai meneropong dunia jurnalistik. Bermodalkan hobby dan passion yang kuat sedikit demi sedikit saya belajar melalui seminar-seminar jurnalistik yang saya ikuti atau pun membaca beberapa buku mau pun artikel walau belum bisa dikatakan cukup.

Aha! Apa yang saya temukan di lapangan sangat berbeda antara dunia jurnalistik dan kepenulisan. Memang keduanya mempunyai kesamaan dalam hal penyampaian melalui media yang  bernama tulisan namun sangat jauh berbeda dalam hal konten, dsb. Bagi amatiran seperti saya yang hanya terbiasa menulis sebuah fantasi, imajinasi atau tulisan-tulisan—yang sifatnya lebih menyerupai tulisan spontan, dsb. dengan gaya bahasa “semaunya” tanpa pernah merisaukan atau mempedulikan kaidah-kaidah EYD. Tentu bukan hal yang mudah saat diminta menuliskan artikel atau kolom dalam sebuah buletin atau majalah yang sudah memiliki pakem-pakem tersendiri. Ditambah lagi bila menemui perspektif yang berbeda antara penulis dan media itu sendiri. Itulah tantangan terbesar saya pada waktu itu, namun tidak ada yang mustahil jika kita mau mencoba dan mengkomunikasikan perbedaan yang ada dalam ruang dan pikiran yang lebih jernih.

Memasuki tahun  ke dua di Nuraniku dibawah kepemimpinan Hana Fitrani sebagai Pimred, saya masih terus bergulir dengan dinamika yang ada di Nuraniku. Sebenarnya tidak jauh berbeda dari kondisi tahun sebelumnya, yang sedikit berbeda dan menguntungkan adalah intensitas komunikasi kami yang bisa dibilang cukup sering dan lancar. Kami menjadi lebih sering sharing mengenai hal ini, tidak jarang juga dalam wilayah privacy. Kedeketan saya dengan beliau inilah yang sedikit banyak membantu saya dalam hal memahami bidang ini lebih dalam sedikit.

Singkat cerita, di tahun ke tiga tanpa kebetulan saya di tunjuk sebagai Pimred Nuraniku. Mengapa saya mengatakan tanpa kebetulan? Karena saya selalu meyakini bahwa pada level tertentu tidak ada satu hal pun yang kebetulan atau insidental. Semua punya makna. Semua berinterelasi dalam satu maha rencana. Begitupun dengan dinamika, riak, dan gelombang yang ada di pusara Nuraniku semua di luar kendali saya sebagai Pimred. Secara alami, saya merasa terpanggil untuk menulis khusus di Nuraniku, walau tulisan saya itu masih belum bisa dibilang mumpuni dalam bidang jurnalistik. Kendati terdengar sia-sia, mudah-mudahan upaya itu masih punya makna. Tak terkatakan jasa Nuraniku bagi pengasahan skill menulis saya. Tanpa terasa dan terencana di hati saya, Nuraniku ini mulai bertransformasi menjadi ‘anak jiwa’, yang perlu dirawat dan dibesarkan dengan sama baiknya. Tentu semua itu butuh proses dan konsistensi yang panjang selama perjalanannya. Walau terkadang saya sendiri pun menemui sebuah titik atau klimaks dimana saya merasa muak dengan kondisi dan dinamika yang terus bergulir bagai bola salju. Di luar semua itu saya sangat bersyukur dapat menyaksikan dan mengalami sendiri bagaimana perbedaan kita bertumbuh dan berdinamika.

So far, senang bisa melewati secuil fase pendewasaan disini. Semua berjalan begitu dinamis dan penuh tantangan. Saya belajar banyak hal selain jurnalistik, yaitu tentang pertemanan, kerjasama, tanggung jawab dan sepotong cinta. Jangan buru-buru mengerutkan dahi apalagi negative thinking about love. Sebab definisi cinta bukan hanya untuk pasangan saja, tapi juga hubungan & relasi antara orang tua dan anak, teman kita dan kita, orang-orang terdekat kita, orang-orang yang berada di balik keberhasilan kita, dll. Pembantu pun tidak luput dari cinta, kalo kita terbantu oleh kerjanya, kita pasti merasa senang dan itu mengalirkan rasa cinta juga. Sama halnya dengan Nuraniku yang sudah memberikan cintanya walau hanya sepotong. Kenapa cintanya hanya sepotong? Kenapa tidak heartful? Saya pun tidak punya jawaban yang pasti. Dan saya pun tidak bisa menjaminkan kepastian. Mungkin karena Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang memang harus dibagi. Entahlah, saya selalu gagap jika dihadapkan pada definisi cinta. Pada akhirnya, kita hanya bisa merasakan. Apapun yang terjadi menulislah terus. Tidak harus sering, tidak harus populer, tidak harus bagus, tapi menulislah dari hati. Karena “Di antara ribuan majalah yang terbit, atau artikel yang dibuat setiap harinya, justru hati yang memiliki passionlah yang memberikan kekhasan pada karya kita.” Yang ini saya berani menjaminkan. Selamat berkarya!

Sebagaimana ritual saya setiap akhir periode, postingan ini memang sengaja dibuat sebagai rangkaian penutup perjalanan singkat saya selama di Nuraniku. Seperti beberapa tulisan yang pernah saya buat sebelumnya dan kali ini tepat menuju pergantian tahun 2012. This is special just for you (red: Nuraniku). Thanks all.


PS. Nuraniku is your best gift to me so far. Thank you so much, sis n bro.. Terimakasih setulus hati untuk sepotong Cintanya.


20 December 2011, 03:10 PM


December 11, 2011

The Great Learning from Wonderland

“Petualangan Alice di Wonderland” (biasa disingkat menjadi “Alice in Wonderland”) adalah novel yang ditulis di tahun 1865 oleh seorang penulis Inggris Charles Lutwidge Dodgson dengan nama samaran Lewis Carroll. Novel ini menceritakan seorang gadis bernama Alice yang terdampar di dunia fantasi (Woderland) yang dihuni oleh berbagai makhluk antropomorfik aneh.

Di suatu kesempatan, Alice terlibat dalam percakapan yang menarik dengan Mad Hatter.

Alice: “Di mana sebenarnya aku harus menempatkan diri? Tidakkah orang biasa belajar dari hal-hal kurang baik, padahal mereka berusaha keras melakukan hal-hal baik?”

Mad Hatter: “He he he. Tidakkah kita selama ini hanya berputar-putar saja di seantero Wonderland ini? Namun, tidakkah kita selalu berakhir di titik awal dari mana kita berangkat? Justru aku sekarang memintamu menjelaskan pola ini, setidaknya kepada dirimu sendiri.”

Alice: “Ya,ya. Orang-orang yang mengaku dewasa biasanya menyuruh kita mencari tahu kesalahan apa yang telah kita lakukan, dan karenanya kita tidak pernah lagi melakukannya.”

Mad Hatter: “Hei, bukankah itu sangat aneh! Dalam pemahamanku, untuk tahu tentang sesuatu, tidakkah kita harus mempelajarinya terlebih dahulu? Dan ketika kau sudah berhasil mempelajarinya, tidakkah kau akhirnya menjadi lebih baik dalam  perkara sebelumnya kau tidak tahu itu? Mengapa kau barusan bilang ingin baik terhadap sesuatu, tetapi (dan kemudian) tidak pernah melakukannya lagi? By the way, coba kau teruskan penjelasanmu tentang hal ini kepada dirimu sendiri.”

Alice: “Tak seorang pun pernah memberitahu kita agar mempelajari kebenaran yang telah berhasil kita lakukan. Kita dipaksa belajar hanya dari hal yang salah. Sementara, kita ditargetkan untuk mempelajari hal yang benar sebagaimana dilakukan oleh orang lain. Tak jarang kita sekedar diminta untuk menyalinnya, meng-copy-paste.”

Mad Hatter: “Jelas, itu curang, Alice!”

Alice: “Kau benar, Hatter. Aku memang hidup di dunia yang kocar-kacir. Sepertinya aku harus melakukan sesuatu yang salah terlebih dahulu, dalam rangka belajar tentang apa yang tidak boleh dilakukan; baru kemudian, dengan tidak melakukan hal yang seharusnya tak aku lakukan, seakan-akan dengan ini aku berhasil meraih posisi kebenaranku. Tapi, kalau aku harus memilih, AKU LEBIH SUKA MELAKUKAN HAL BENAR PADA KALI PERTAMA. Bukankah, begitu, Hatter?”

Cuplikan di atas bagi saya menjelaskan secara tepat, reason d’tre dibalik kegelisahan saya selama ini dalam memaknai pembelajaran dalam hidup. Kita sering kali menyesal, merasa bersalah terhadap suatu hal atau melakukan sebuah kesalahan. Namun kemudian kita melupakan kesalahan itu dan kembali melakukan kesalahan yang sama lagi dan lagi. Karena memang seringnya kita mendengar sebuah pemakluman pada kesalahan, mungkin tidak sedikit juga orang yang mengatakan kalimat yang serupa seperti ini, “ga papa kok biar gimana juga kan, thats your “historical”.. hidup tanpa itu tidak ada pembelajaran untuk kedepannya.” Dan kita pun menerima pemakluman itu dalam rangka belajar mengenai apa yang tidak boleh dilakukan. Namun apakah itu menjamin kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama? Menjamin kita untuk mampu belajar dari sebuah kesalahan? Pada kenyataannya kita sering sekali berjanji kepada diri sendiri untuk tidak masuk ke lubang yang sama kedua kalinya. Tapi yang terjadi dikemudian hari kita malah jatuh dan jatuh lagi ke lubang yang sama berkali – kali. Disadari atau tidak seolah-olah kita kembali berputar – putar pada kesalahan yang sama.

Setelah merefleksikan itu, saya memperoleh pemahaman bahwa sang pembelajar mampu belajar sesuatu bukan karena “pembelajaran dari” orang lain, melainkan karena “pembelajaran atas dan dari” diri sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tak harus diawali dengan melakukan sesuatu yang salah terlebih dahulu, dengan maksud memaknai kesalahan. Sebab, pembelajaran tentang kesalahan saja tak membuat pembelajar belajar tentang apa yang salah. Artinya, pembelajar sebenarnya tidak belajar dari kesalahan dan kebenaran menurut versi otoritas mana pun di luar diri mereka. Hal ini secara apik dan argumentatif diungkapkan oleh Allice, “.. Tapi, kalau aku harus memilih, AKU LEBIH SUKA MELAKUKAN HAL BENAR PADA KALI PERTAMA.”




December 8, 2011

Reflection in life

Jiwaku terdampar diantara dua dunia

Apakah ini nyata atau mimpi belaka

Sekejap tawa sekejap tangis

Menepi sejenak untuk meresapi

Bertanya diri ke dalam sanubari

Apakah ini nyata atau mimpi belaka

Kadang canda kadang duka                                            

Datang silih berganti mewarnai hari

Ini dunia memang fana

Tak ada yang kekal dan abadi

Hanya Dia tempat untuk bertanya

Hanya Dia tempat untuk mengadu

Hanya Dia tempat untuk kembali

Karena hanya Dia yang abadi

Sadar jiwaku membawa

Bersegeralah..

Ini dunia memang semu

entah  nyata atau mimpi

Akan tiba giliranmu

Bersegeralah wahai jiwa

Penuhi janji Ilahi..

Akan tiba masamu sebelum sesalmu

Reflection Thursday, 8 December'11 4:00 pm


December 2, 2011

December Comes

Hello December!
Bulan terakhir di tahun ini. Semoga harapan kamu yang belum tercapai di tahun ini bisa tergenapi di bulan ini.

Ya. harus ada perubahan di bulan terakhir tahun ini setelah sepertinya aku begitu banyak menyia-nyiakan kesempatan dan waktu yang ada. Kali ini aku harus benar-benar mengejar ketertinggalanku terutama kuliahku yang agak terbengkalai. Bukan karena kesibukan atau apapun tapi memang fokusku yang mulai berkurang dan semangatku untuk lulus kuliah tepat waktu mulai mengendur.

Memang beberapa bulan terakhir ini aku sangat santai menjalani kuliahku, aku lebih suka mengisinya dengan hal-hal lain yang menyenangkan buatku seperti  menghadiri seminar-seminar, booklaunch, menulis beberapa artikel, mengajar, dan mencoba berbisnis. Karena kuliah terasa membosankan buatku. Setelah obrolan singkat bersama mamaku beberapa waktu yang lalu barulah aku mulai tersadar mengenai tanggungjawab yang harus segera kutunaikan. Saat itu mamaku bertanya, “Kuliah kamu berapa lama lagi, kapan kamu di wisudanya?” Disinilah aku merasa seperti diguyur dengan air yang begitu dingin. Lalu tanpa berfikir panjang  aku menjawab, “Sedikit lagi ma, do’ain ya..” Beberapa hari kemudian teman baikku Naisa juga seperti menjewerku, setelah ia membantu mengerjakan tugas kuliaku ia mengatakan, “ Cin, kamu yang serius ya kuliahnya.” Teman dekatku yang lain pun Handini mengatakan hal ya serupa, “Mi, lu kuliah yang bener dulu, kuliah lu kan tinggal dikit lagi. Setelah itu baru kita raih mimpi bersama dan terbang ke Singapore.”

Aku sangat berterimakasih pada mereka. Mereka adalah orang yang menaruh perhatian yang besar terhadapku dan tentunya mereka adalah orang yang menginginkan aku memiliki arah dan tujuan hidup yang lebih baik. Namun ada hal lain yang membuatku kurang berhasrat menjalankan kuliah dengan serius. Aku merasakan belum menemukan feel pada bidang ini. Dari tahun pertama kuliah, aku memang sudah berniat untuk menekuni dan mendalami ini dengan serius karena merasa memiliki tanggungjawab terhadap orangtuaku. Just it my reason. Pada akhirnya sesuatu yang dipaksakan menimbulkan kejenuhan pada diriku sendiri. Jujur saja aku masih belum mencintai bidang ini, walaupun cinta itu sedikit demi sedikit bisa ditumbuhkan.

Mungkin aku hanya ingin mencoba mencerna apa yang dikatakan Steve Jobs, “Saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan dalam hidup dan tidak tahu apa yang dapat dilakukan bangku kuliah akan membantu saya menemukan tujuan hidup.”

Flasback sedikit mengenai track record aku di dunia akademik, Sebelumnya setelah lulus SMU tahun 2006 aku gagal masuk keperguruan tinggi negeri. Karena waktu yang sangat mepet pada waktu itu untuk mendaftar  kuliah akhirnya aku mengikuti temanku yang mengajak untuk mendaftar di salah satu perguruan tinggi swasta yang  ada di Jakarta. Kemudian aku masuk dan mengambil jurusan ekonomi. Tapi setelah beberapa semester menjalani kuliah ada rasa ketidakpuasan karena itu bukan kampus dan jurusan yang aku idam-idamkan. Aku ingin sekali bisa tetap merasakan kuliah di Universitas Indonesia. It’s my obsession.


Setiap tahun ada tes ujian masuk keperguruan tinggi negeri aku selalu mengikuti sampe aku bela-belain meluangkan waktu dan biaya tambahan untuk mengikuti bimbel yang bagus. Hahh..ternyata aku gagal lagi di tahun 2007. Rasa penasaran pun menghinggapi dan pantang menyerah di tahun berikutnya 2008 aku mengikuti tes kembali, kali ini benar-benar tanpa persiapan. Ya, walaupun tidak lulus aku masih bisa melanjutkan kuliah di swasta dan hitung-hitung berhadiah hehe, pikirku saat itu. Temanku menyarankan untuk mengambil satu opsion apa yang kita minati dan satu lagi yang gradnya rendah atau jarang diminati. Nah, pada waktu itu temanku menyarankan mengambil jurusan Pendidikan Anak Usia Dini atau yang biasa disingkat PAUD yang konon katanya prospek kedepannya sangat bagus..hehe temanku itu sok tau banget ya kaya peramal aja. Tapi karena pada saat itu dia orang yang paling dekat denganku, ya aku terima sarannya..toh aku sudah punya pilihan favorite juga yaitu Sastra Jepang. Alhasil jrenggggggg…jrenggggggggg pilihan favorite ku gagal, gagal masuk UI dan gagal masuk jurusan Sastra Jepang. Hal yang tak terduga dan tak disangka-sangka adalah aku malah diterima di Jurusan yang tidak aku minati sama sekali PAUD,  jurusan dengan nama yang sedikit asing buatku karena jujur baru pertama kali tahu dan dengar. Akhirnya ortu pun menyarankan kepadaku untuk mengambil saja jurusan itu setelah sebelumnya menelusuri bidang itu, karena mindsite mereka adalah perguruan tinggi negeri itu lebih bagus dibanding swasta. Dalam hati “What !”

Singkat cerita akhirnya sampai detik ini aku masih aktif  menyandang sebagai mahasiswa UNJ jurusan Pendidikan Anak Usia Dini. Hidup Mahasiswa!:)

Eh, balik lagi ke Desember. Apapun yang terjadi yang penting tetep keren dan tetep cakep. Maksudnya cakep hatinya hehee..Maaf yak kok jadi ngelantur gini. Pokoknya semua itu harus disyukuri dan tak ada yang patut disesali, Semua pasti berisi makna. Ya, langit masih biru, bumi masih sama ramahnya dengan hari kemarin, bahkan kupu – kupu pun mendukung, Semesta dan Tuhan selalu mendukung kita. Jangan pernah menyerah. Kita dilahirkan untuk dapat memberi pelajaran dan mengambil pelajaran.

Aku selalu berusaha memetik pelajaran positif dari setiap peristiwa. Dan hari ini aku belajar mencintai apa yang aku lakukan dan tak pernah berhenti untuk mencari apa yang aku cintai. Kembali teringat kata-kata Steve Jobs, “Dan satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah mencintai apa yang kamu lakukan. Jika kamu belum menemukannya, maka janganlah berhenti mencari. Jangan berhenti.”  Cinta itu memang menghebatkan ya

 

November 26, 2011

Inspiration a cup of Cappuccino

A cup of Cappuccino at Middle cold and silent night

Perfect!!

Oke Note, sekarang apa yang akan kita bicarakan? Nobody else just two of us.


Tengah malam Note dan aku berjalan-jalan di labirin pikiran dan Cappuccino yang membuat hal ini jadi mewah untuk kita. Cappuccino ada dimanapun kami inginkan dan dapat memberi inspirasi disaat yang tepat.^^


 get inspiration with favorite drink



Aku rasa mereka mulai mengerutkan dahinya melihat tingkahku yang mulai 'out of rules'. aku memulai sebuah topic.


Berencana hengkang dari tempat aku bekerja yang belum 6 bulan kusinggahi itu artinya dari posisinya yang lumayan bagus untuk mahasiswa seperti aku, gajinya yang lumayan, lingkungan kerja yang sangat ramah dan memutuskan (benar-benar memutuskan) kontrak yang seharusnya terjalin satu tahun kedepan. Aku yakin ini bukanlah Resolusi 2012  Fantastic yang telah dipikirkan sewindu sebelumnya. Aku hanya merasa nekad, nakal. atau yang serupa artinya dengan itu. "Why ita?" maybe it's not my passion


Mungkin aku hanya ingin meraih mimpi yang lebih besar.
yahh berharap saja aku tidak kehabisan mimpi atau suntuk bermimpi.


ohhh silahkan mengerutkan dahi!!!



Maybe i have an answer, at least i tried. bertingkah sesuai hukum alam *semua akibat ada sebabnya atau sebab meninbulkan akibat. yahh what ever.


"aku cuma ingin mengikuti kata hati."  Not good reason enough?


oke aku coba lagi.


"aku cuma ingin melakukan hal-hal yang membuatku bahagia, sesuatu yang kukerjakan dengan hati."


Note: "terlalu banyak baca buku Motivator atau nonton film drama."


No Note, it's true


I'm 23!!!!.  dan aku akan melakukan sesuatu yang ga hanya hitungan 8 am sampai 5pm. atau 1,8 jt, 2 jt, 5 jt, dan silahkan tambahkan lagi nolnya sesuka hati. Kita tak akan tahu dimana umur kita akan berakhir kan?


Note mengajukan pertanyaan yang sangat spektakuler juga sulit. "WHAT?"


Jujur pertanyaan itu agak menohok.



*berpikir lebih keras



Oke, 23 adalah relatif. Perempuan di ujung sana berpikir itu angka yang seharusnya membuat kita melangkah dengan lebih serius untuk segala aspek. Contohnya Asmara dan karier.


Umur dimana perempuan seharusnya dapat menjalin hubungan yang lebih dari sekedar cari nick (ay, beyb, honey, sayang, atau nick yang jauh lebih aneh seperti mami mimi papi pipi), makan bareng nonton bareng nyanyi bareng masak bareng belanja bareng berantem ketawa bareng atau minum racun bareng (so classic), mungkin seharusnya sudah memikirkan bagaimana mengumpulkan uang untuk nyewa gedung dan bayar WO, bagaimana investasi bareng dan meninggal masing-masing hehe.


itu juga berarti perempuan memikirkan keadaannya yang terikat komitmen selamanya, pelayanan (bahasa lebih halus: pengabdian) selamanya, bahkan mematuhi tata tertib istri selamanya (ga boleh keluar rumah tanpa ijin, apalagi dengan teman cowo, ga bisa belanja sembarangan karna lebih baik uangnya buat beli minyak goreng dari pada tas Gucci atau High Heel Zara. Siap waktu rumpi di telpon diganggu dengan anak nangis atau tepatnya menjerit. Yaampun jam 5 harus menyiapkan makan malam buat suami) blablabla....

Okeeee aku akan melakukan itu semua. PASTI! I know i'm 23 but i not already for that's chaos now.!!!!!

Semua hal itu indah kok, karna aku akan melakukan itu semua dengan cinta. yeahhh for sure!

dan soal kerja, kita seharusnya memikirkan tentang jenjang karir dan mengabaikan kebosanan walaupun bosan itu seperti selalu ingin membunuh diam-diam. bekerja bagai robot mengabaikan kalimat "bekerja dengan hati" lalalala... menanti tanggal gajian. Oh God,  Itu cara kerja dan karir yang tidak ingin kutempuh. Aku tidak mau seumur hidup jadi orang gajian.  Aku tidak ingin melupakan pekerjaan impianku sebagai successful entrepreneur. Dimana aku tetap bisa berkarir tanpa kehilangan waktu untuk keluargaku. Buatku waktu lebih berharga daripada uang karena tak ada seorang pun yang bisa membeli waktu.

God, can i go back to 17?



Tapi perempuan di sebrang situ beranggapan hampir sama denganku. 23 saat yang tepat untuk mencari jawaban dan makna "Mengapa Tuhan menciptakan Aku" . Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu tanpa makna bukan?

Bermimpi yang banyak dan raih yang banyak. Lakukanan yang ingin dilakukan *yang ini harus sesuai semua hukum yang berlaku di dunia.memang agak menyebalkan. Nikmati waktu yang sedetikpun tak akan bisa kembali. Cari jawabannya ke seluruh penjuru dunia. Karna 24 belum tentu datang.




Aku dan Note berada di jalur labirin yang sulit.


Note harus mengakui kalau kita telah terjebak.


Kembali ke jawaban dari pertanyaan "WHAT?"


Sepertinya aku memerlukan lebih banyak waktu.


walau note semakin melotot dan menggeleng tak percaya padaku.



I know Note, I'm 23. I'm Single. I'm Jobless.

well, aku berkeyakinan bisa meraih apa yang seharusnya ingin ku raih because everything is possible. I believe..?

Percaya padaku Note, itu bukan hal yang benar-benar buruk. 

aku tetap mencari jawaban "Mengapa Tuhan menciptakan Aku" dan tetap bermimpi. Yaah bermimpilah, bertindak dan berbuat lebih besar.
Oke we will see,

Aku rasa Note tidak lagi merasa terjebak.



Thank note for your time.


Nice to talk with you.


see you later..


Night Note...






Nov,24'11'11* 00.11-2.10

Winter in November

Setelah merasakan kemarau yang cukup panjang akhirnya aku dapat merasakan kembali musim dingin, lebih tepatnya musim penghujan. Memandang rinai hujan dari balik jendela memang Syahdu sekali. Seperti ada melodi merdu mengalun pada relung-relung telinga. Melunturkan apapun yang ditakutkan. Menghentikan sejenak langkah-langkah yang tergesa. Tak pernah terasa rugi berbagi waktu untuk alam. Gemericiknya menenangkan hingga sejuk menciptakan beberapa syair. Hujan sedang berpuisi. Kami semua menulisnya kembali, membaca berulang kali.

Rayakanlah saat-saat ini!
Seperti petani yang rindu hujan dan akhirnya dipertemukan kala kemarau.
Bergembiralah!
Seperti saat kecil dulu menari-nari riang tanpa berpikir akan sakit.


Terimakasih Tuhan yang telah mengirimkan hujan untuk kami. Bagiku hujan bukan hanya sekedar musim, tapi sebuah ritme indah dalam kehidupan yang harus dilalui dengan penuh suka cita.

Musim penghujan tahun ini tepat jatuh di bulan November, tidak ada yang spesial sebenarnya di bulan ini buat aku pribadi. Namun begitu banyak hal yang sudah terjadi dan aku lewati di November ini, baik cerita suka ataupun duka semua patut kusyukuri. Dua pekan yang lalu  tepatnya 10 November 2011 aku kehilangan orang yang telah memberi arti bagi kehidupan kami, kakek kami tercinta. Sekujur  tubuhnya  dingin,  membeku, raut wajahnya menampakkan senyum. Mamaku bilang kepergiannya hari itu bertanda kebaikan, aku berusaha meyakini sambil berdo’a, “Tuhan, berikan ia tempat yang terindah dan terbaik sebagaimana ia pergi meninggalkan kebaikan bagi kami”. Walau aku hanya seorang cucu namun aku bisa merasakan bagaimana perasaan kehilangan yang dirasakan mamaku pasti lebih dalam dibandingkan diriku. Namun mamaku berusaha untuk ikhlas dan tegar. Semua memang sudah menjadi kehendakNya dan tak ada satu pun yang luput dari penglihatanNya.

Dalam rinai hujan aku mencoba mengingat kembali saat-saat bersamanya, ia sosok yang humoris, penuh canda, tegas tapi sangat baik dan penyayang. Saat bersamanya ada saja hal-hal yang membuat kami tertawa bersama karena itulah aku selalu merasa senang berada didekatnya. We love you. Walau kami tau kalimat itu sudah tak bermakna lagi untuknya tapi kami terus mengingatmu dalam rinai hujan yang teriring do’a bahwa kau pernah hadir dan member makana dalam kehidupan kami. Selamat jalan…

Masih dalam musim dan bulan yang sama, terus melanjutkan hidup untuk hari depan yang lebih baik. Kehilangan itu tidak membuat keluarga kami dihinggapi perasaan sedih berlarut- larut. Bukan karena kami hendak melupakannya tapi karena kami sadar itu tidak sehat bagi pertumbuhan jiwa kami, kami meyakini bahwa suatu saat kami pun akan mengalami hal itu. Akupun terus memacu semangat dan terus berada disamping mama untuk menguatkan hatinya. Yang perlu kami lakukan adalah kembali ke aktivitas normal tanpa dirundung duka yang mendalam.